KIYAI KAMPUNG VS SANTRI LULUSAN TIMUR TENGAH (SAUDI)

Inilah kisah kiyai kampung. Kebetulan kiyai kampung ini menjadi imam musholla dan sekaligus pengurus ranting NU di desanya. Suatu ketika didatangi seorang tamu, mengaku santri liberal, karena lulusan pesantren modern dan pernah mengenyam pendidikan di Timur Tengah. Tamu itu begitu PD (Percaya Diri), karena merasa mendapat legitimasi akademik, plus telah belajar Islam di tempat asalnya (Saudi Arabia). Sedang yang dihadapi hanya kiyai kampung, yang lulusan pesantren salafiyah. Tentu saja, tujuan utama tamu itu mendatangi kiyai untuk mengajak debat dan berdiskusi seputar persoalan keagamaan. Santri liberal ini langsung menyerang sang kiyai:
”Sudahlah Kiyai tinggalkan kitab-kitab kuning (turats) itu, karena itu hanya karangan ulama kok. Kembali saja kepada al-Quran dan hadits.... ” ujar santri itu dengan nada menantang.

Belum sempat menjawab, kiyai kampung itu dicecar dengan pertanyaan berikutnya:

”Mengapa kiyai kalau dzikir kok dengan suara keras dan pakai menggoyangkan kepala ke kiri dan ke kanan segala. Kan itu semua tidak pernah terjadi pada zaman nabi dan berarti itu perbuatan bid’ah....?” kilahnya dengan nada yakin dan semangat.

Mendapat ceceran pertanyaan, kiyai kampung tak langsung reaksioner. Malah sang kiyai mendengarkan dengan penuh perhatian dan tak langsung menanggapi. Malah kiyai itu menyuruh anaknya mengambil termos dan gelas. Kiyai tersebut kemudian mempersilahkan minum, tamu tersebut kemudian menuangkan air ke dalam gelas. Lalu kiyai bertanya:

“Kok tidak langsung diminum dari termos saja. Mengapa dituang ke gelas dulu....?” tanya kiai santai.

Kemudian tamu itu menjawab: ”Ya ini agar lebih mudah minumnya kiyai..? jawab santri liberal ini.

Kiyai pun memberi penjelasan: ”Itulah jawabannya mengapa kami tidak langsung mengambil dari al-Quran dan hadits. Kami menggunakan kitab-kitab kuning yang mu’tabar, karena kami mengetahui bahwa kitab-kitab mu’tabarah adalah diambil dari al-Quran dan hadits, sehingga kami yang awam ini lebih gampang mengamalkan wahyu, sebagaimana apa yang sampean lakukan menggunakan gelas agar lebih mudah minumnya, bukankah begitu....?”

Tamu tersebut terdiam tak berkutik... :D

Kemudian Sang kiyai balik bertanya: ”Apakah adik hafal al-Quran dan sejauhmana pemahaman adik tentang al-Quran? Berapa ribu adik hafal hadits? Kalau sampean dibandingkan dengan Imam Syafi’iy siapa yang lebih alim....?”

Santri liberal ini menjawab: ”Ya tentu Imam Syafi’iy kiai, sebab beliau sejak kecil telah hafal al-Qur’an, beliau juga banyak mengerti dan hafal ribuan hadits, bahkan umur 17 beliau telah menjadi guru besar dan mufti...”. jawab santri liberal itu.

Kiyai menimpali: ”Itulah sebabnya mengapa saya harus bermadzhab pada Imam Syafi’iy, karena saya percaya pemahaman Imam Syafi’iy tentang al-Qur’an dan hadits jauh lebih mendalam dibanding kita, bukankah begitu...?“. tanya kiyai.

”Ya kiyai....” jawab santri liberal itu malu malu.... :D

Kiyai kemudian bertanya kepada tamunya tersebut: ”Terus selama ini orang-orang awam tatacara ibadahnya mengikuti siapa jika menolak madzhab, sedangkan mereka banyak yang tidak bisa membaca al-Qur’an apalagi memahaminya...?” tanya kiyai.

Sang santri liberal menjawab: ”Kan ada lembaga majelis yang memberi fatwa yang mengeluarkan hukum-hukum dan masyarakat awam mengikuti keputusan tersebut...”, jelas santri liberal.

Kemudian kiyai bertanya balik: ”Kira-kira menurut adik lebih alim mana anggota majelis fatwa tersebut dengan Imam Syafi’iy ya...?”

Jawab santri: ”Ya tentu alim Imam Syafi’iy kiyai...” jawabnya singkat.

Kiyai kembali menjawab: ”Itulah sebabnya kami bermadzhab dengan madzhabnya Imam Syafi’iy atau 3 Imam madzhab lainnya dan tidak langsung mengambil dari al-Qur’an dan hadits ”

”Oh begitu masuk akal juga ya kiyai...” jawab santri liberal ini. Tamu yang lulusan Timur Tengah itu setelah tidak berkutik dengan kiyai kampung, akhirnya minta izin untuk pulang dan kiyai itu mengantarkan sampai pintu pagar.

Share/Bookmark

capcusss

Download