Pentingnya Mengucapkan Insya Allah

Kisah Pertama

Dalam hadits riwayat Bukhori dan Muslim, dikisahkan bahwa suatu hari, nabi Sulaiman a.s. berkata, “Malam ini aku akan menyetubuhi 60 atau 70 istriku sehingga mereka hamil. Lalu, setiap istriku melahirkan seorang anak lelaki yang akan menjadi mujahid penunggang kuda fisabilillah.” Namun, nabi sulaiman a.s. lupa mengucapkan insya Allah.

Malam itu Nabi Sulaiman a.s. berhasil menyetu...buhi 60-70 istrinya, tetapi yang hamil hanya salah satu istrinya. Dan saat melahirkan, anak yang dilahirkannya tidak sempurna fisiknya, ia hanya berupa badan saja. Dalam riwayat lain, ia hanya sebelah manusia saja.
Rasulullah SAW bersabda,

“kalau saja nabi sulaiman a.s. mengucapkan insya Allah niscaya mereka akan berjihad dijalan Allah sebagai penunggang kuda semuanya.” (HR. Bukhori dan Muslim)
Dalam riwayat Imam Muslim disebutkan :

“Semua wanita itu akan hamil (dan melahirkan) putra yang berjihad dijalan Allah.” (HR. Muslim)

Kisah Kedua

Di puncak pertarungan pemikiran antara Rasulullah SAW. Dengan kafir Quraisy, orang-orang Quraisy mengirimkan dua orang cendikiawannya sebagai utusan khusus kepada orang-orang yahudi di madinah. Tujuannya, agar orang-orang Quraisy mendapatkan dukungan ilmu baru dalam menghadapi Rasulullah SAW, yakni An-Nadhar bin Al Harits dan ‘Uqbah bin Abi Mu’ith. Orang-orang yahudi membekali dua orang cendikiawan itu dengan tiga pertanyaan yang harus mereka ajukan kepada Rosulullah SAW. Pertanyaannya adalah :

1.      Bagaimana kisah Ashhabul Kahfi ?
2.      Bagaimana kisah dzul Qarnain?
3.      Apa yang dimaksud dengan ruh?

Mendapatkan tiga pertanyaan seperti itu Rasulullah SAW. Bersabda “besok akan saya ceritakan dan saya jawab.” Akan tetapi beliau lupa mengucapka insya Allah. Akibatnya, wahyu yang biasanya turun kepada beliau setiap kali menghadapi masalah, terhenti selama lima belas hari. Sedangkan orang-orang Quraisy setiap hari selalu datang menagih janji Rasulullah SAW. “mana ceritanya? Besok...besok...besok...,” begitu kira-kira ucapan orang-orang quraisy itu. Rasulullah SAW sangat sedih atas kejadian itu. Barulah setelah berlalu selama 15 hari Allah SWT menurunkan surat Al kahfi yang berisi jawaban atas dua pertanyaan yang diajukan kepada nabi Muhammad SAW. Sedangkan pertanyaan yang ketiga disebutkan Allah SWT. Dalam surat Al Isra’ ayat 85.

Pada penghujung akhir kisah Ashhabul Kahfi, Allah SWT. Berfirman :
“ Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu: "Sesungguhnya aku akan mengerjakan ini besok pagi, Kecuali (dengan menyebut): "Insya Allah" dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa dan Katakanlah: "Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya dari pada ini". (QS. Al Kahfi :23-24)

Kisah Ketiga

Pada suatu hari, ketika Nabi Musa a.s. sedang mengajar kaumnya timbul sebuah pertanyaan, “siapakah yang paling ‘alim diantara kalian?, nabi Musa menjawab, “saya”. Atas jawaban tersebut, Allah SWT, menegurnya dan memberitahukan kepadanya bahwa ada seorang hamba Allah SWT. yang lebih alim.

Singkat cerita, Nabi Musa a.s. ingin berguru kepada hamba Allah itu. Hamba Allah itu menerima lamaran Nabi Musa a.s., dengan syarat Nabi Musa tidak boleh bertanya, berkomentar, apalagi mengingkari apa yang akan dilihatnya sebelum hal itu dijelaskan kepadanya. Nabi Musa a.s. menerima persyaratan itu.

Hamba Allah itu, yang tiada lain adalah Nabi Khidir a.s., berkata, “akan tetapi kamu tidak akan mampu bersabar”.

Spontan Nabi Musa menjawab , Insya Allah kamu akan mendapati diriku sebagai orang yang sabar.”
Musa berkata: "Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusanpun." (QS. Al-Kahfi : 69)

Dalam jawaban ini, Nabi Musa a.s. mengucapkan Insya Allah. Akan tetapi jawaban itu menunjukkan bahwa Nabi Musa a.s. kurang tawadhu’. Mengapa? Sebab, ia mengatakan “...saya sebagai orang yang sabar”.

Beliau tidak mengatakan ”...saya sebagai bagian dari orang-orang yang bersabar.” Artinya, jawaban Nabi Musa a.s dapat dikonotasikan sekakan-akan didunia ini tidak ada orang yang sabar selain dirinya.
Karena sedikit kurang tawadhu, terbuktilah bahwa Nabi Musa a.s. tidak bisa sabar dalam berguru kepada Nabi Khidir a.s.. mengapa? Sebab, setiap Nabi Khidir a.s. berbuat sesuatu, Nabi Musa a.s. selalu berkomentar, bahkan mengingkarinya. (kisah lengkapnya bisa dilihat di (QS. Al-Kahfi : 60-82).

Rasulullah SAW. bersabda, Kita sangat senang kalau saja Nabi Musa bersabar, niscaya akan banyak kisah yang bisa kita dapatkan darinya.”(HR. Bukhori dan Muslim)

Pada penghujung akhir kisah Ashhabul Kahfi, Allah SWT. Berfirman :
“ Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu: "Sesungguhnya aku akan mengerjakan ini besok pagi, Kecuali (dengan menyebut): "Insya Allah" dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa dan Katakanlah: "Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya dari pada ini". (QS. Al Kahfi :23-24)

Kisah Keempat

Nabiyullah Ibrahim a.s. berkata kepada sang putra yang dicintai itu, “Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkan apa pendapatmu!.”

Ia Menjawab, “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.(QS. Ash-Shafat: 102)

Jawaban Nabi Isma’il ini mengandung makna bahwa didunia ini banyak sekali orang yang sabar dan ia insya Allah termasuk salah seorang dari mereka. Kemudian terbuktilah bahwa Nabi Isma’il a.s. mampu bersabar.

Semoga Allah SWT. menjadikan kita semua sebagai hamba – hamba-Nya yang selalu mengembalikan sesuatu kepada Allah SWT, menjadi manusia-manusia yang tawadhu’ dan sabar. Amin.!

sumber:
(dokumen iman dan amal sholeh)

Share/Bookmark

capcusss

Download