Risalah AL-Amin

Risalah
AL-Amin
Edisi : 09/Th.XIII


BERPIKIR SEDERHANA

    Seorang pemburu berangkat ke hutan dengan membawa busur dan tombak. Dalam hatinya ia berkhayal mau membawa hasil buruan yang paling besar, yaitu seekor rusa. Cara berburunya pun tidak pakai anjing pelacak atau jarring penyerat, tetapi menunggu di balik sebatang pohon yang memang sering dilalui oleh binatang-binatang buruan.

    Tidak lama ia menunggu, seekor kalelawar besar kesiangan terbang hinggap di atas pohon kecil tepat di depan si pemburu. Dengan ayunan parang atau pukulan gagang tombaknya, kalelawar itu pasti bisa di perolehnya.

    Tetapi si pemburu berpikir, “untuk apa merepotkan diri dengan seekor kalelawar? Apakah artinya dia di banding dengan seekor rusa besar yang saya incar?”. Tidak lama berselang, seekor kancil lewat. Kancil itu sempat berhenti di depannya bahkan menjilat-jilat ujung tombaknya tetapi ia berpikir, “Ah, hanya seekor kancil, nanti malah tidak ada yang makan, sia-sia.” Agak lama pemburu menunggu. Tiba-tiba terdengar langkah-langkah kaki binatang mendekat, ah….kijang. ia pun membiarkannya berlalu.

    Lama sudah ia menunggu, tetapi tidak ada rusa yang lewat, sehingga ia tertidur. Baru setelah hari sudah sore, rusa yang di tunggu lewat. Rusa itu sempat berhenti di depan pemburu, tetapi ia sedang tertidur. Ketika rusa itu hampir menginjaknya, ia kaget.

    Spontan ia berteriak,  “Rusa!!!”  sehingga rusanya pun kaget dan lari terbirit-birit sebelum sang pemburu menombaknya. Alhasil ia pulang tanpa membawa apa-apa. Banyak orang yang mempunyai idealisme terlalu besar untuk memperoleh sesuatu yang di inginkannya.

    Ia berpikir yang tinggi-tinggi dan bicaranya pun terkadang sulit di pahami. Tawaran dan kesempatan-kesempatan kecil dilewati begitu saja, tanpa pernah berpikir bahwa mungkin di dalamnya ia memperoleh sesuatu yang berharga. Tidak jarang orang-orang seperti itu menelan pil pahit karena akhirnya tidak mendapatkan apa-apa.




WANITA PEMERAH SUSU
DAN ANAK GADISNYA

    Pada zaman pemerintahan Umar bin Khattab hiduplah seorang janda miskin bersama seorang anak gadisnya di sebuah gubuk tua di pinggiran kota mekah. Keduanya sangat rajin beribadah dan bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Setiap pagi, selesai shalat subuh, keduanya memerah susu kambing di kandang.
    Penduduk kota mekah banyak yang menyukai susu kambing wanita itu karena mutunya yang baik. Pada suatu malam, khalifah Umar di temani pengawalnya berkeliling negeri untuk melihat dari dekat keadaan hidup dan kesejahteraan rakyatnya.
    Setelah beberapa saat berkeliling, sampailah khalifah di pinggiran kota mekah. Beliau tertarik melihat sebuah gubuk kecil dengan cahaya yang masih tampak dari dalamnya yang menandakan bahwa penghuninya belum tidur. Khalifah turun dari kudanya, lalu mendekati gubuk itu. Samara-samar telinganya mendengar percakapan seorang wanita dengan anaknya. “Anakku, malam ini kambing kita hanya mengeluarkan susu sedikit sekali. Ini tidak cukup untuk memenuhi permintaan pelanggan kita besok pagi,” keluh wanita itu kepada anaknya.
    Dengan tersenyum, anak gadisnya yang beranjak dewasa itu menghibur, “Ibu, tidak usah disesali. Inilah rejeki yang di berikan Allah kepada kita hari ini. Semoga besok kambing kita mengeluarkan susu yang lebih banyak lagi.
    “Tapi, aku khawatir para pelanggan kita tidak mau membeli susu kepada kita lagi. Bagaimana kalau susu itu kita campur air supaya kelihatan banyak?”.  “Jangan, Bu!” itu melarang. “Bagaimanapun kita tidak boleh berbuat curang. Lebih baik kita katakan dengan jujur pada pelanggan bahwa hasil susu hari ini hanya sedikit. Mereka tentu akan memakluminya. Lagi pula kalau ketahuan, kita akan di hukum oleh khalifah umar. Percayalah ketidakjujuran itu akan menyiksa hati.”
    Dari luar gubuk itu, Khalifah Umar semakin penasaran ingin terus mendengar kelanjutan percakapan antara janda dan anak gadisnya itu. “Bagaimana mungkin khalifah Umar tahu !” kata janda itu kepada anaknya. “saat ini beliau sudah tertidur pulas di istananya yang megah tanpa pernah mengalami kesulitan seperti kita ini?”
    Melihat ibunya masih tetap bersikeras dengan alasannya, gadis remaja itu tersenyum dengan lembut dan berkata, “ibu, memang khalifah tidak melihat apa yang kita lakukan sekarang. Tapi Allah Maha Melihat setiap gerak-gerik mahluknya. Meskipun kita miskin, jangan sampai kita melakukan sesuatu yang dimurkai Allah.”
    Dari luar gubuk, khalifah tersenyum mendengar ucapan gadis itu. Beliau benar-benar kagum dengan kejujurannya. Ternyata kemiskinan dan himpitan keadaan tidak membuatnya terpengaruh untuk berbuat curang. Setelah itu khalifah mengajak pengawalnya pulang. Keesokan harinya, Umar memerintahkan beberapa orang untuk menjemput wanita pemerah susu dan anak gadisnya untuk menghadap kepadanya. Beliau ternyata bermaksud menikahkan putranya dengan gadis jujur itu.
    Sungguh sebuah teladan bagi kita semua, bahwa kejujuran karena takut kepada Allah adalah suatu harta yang tak ternilai harganya. Mungkin ini yang sulit kita dapatkan sekarang. Semoga dapat menjadi pelajaran bagi kita semua. (Al-Islam/H.A.Ma’mun)





Share/Bookmark

capcusss

Download