Evaluasi Diri Tanda Kecerdasan

 
Syarah Hadits
Hadits ini diriwayatkan Al-Bukhari pada Bab Takut terhadap Menyepelekan Dosa. Apa yang disampaikan sahabat Anas ra ini disebut khabar, yakni perkataan yang disampaikan oleh para sahabat, bukan Rasulullah SAW. Dalam khabar lain katakan, “Janganlah kau lihat kecilnya suatu kesalahan, melainkan lihatlah keagungan Dzat yang engkau maksiati (yakni Allah Ta’ala)”.
Hadits ini mengandung pelajaran bahwa seorang muslim hendaknya mewaspadai dirinya dari berbuat kemaksiatan sekalipun itu jenis dosa yang kecil, karena khawatir berakibat kerusakan bagi dirinya dalam pengamalan agama. Menganggap enteng dosa menandakan hilangnya rasa takut kepada Allah Ta’ala. Sebaliknya menganggap besar dosa menandakan seseorang itu memiliki rasa takut kepada Allah dan kemauan untuk berdekatan dengan-Nya. Karena bila ingin dekat dengan-Nya, seseorang akan bersikap wara’ (berhati-hati dalam berbuat).
Anas ra adalah salah seorang sahabat yang termasuk dalam jajaran mereka yang memiliki kemuliaan itu, yang terlihat dari kecemasan dalam nasihaynya bagi orang-orang yang hidup setelah masa Nabi SAW.
Sifat wara’ yang demikian semestinya tumbuh dalam diri orang yang beriman yang ingin selalu berdekatan dengan Tuhannya. Dalam sebuah khabar lain dibuat perumpamaan berikut :


Syarah Hadits
Hadits ini dicantumkan Al-Bukhari pada Kitab Nikah Bab Kecemburuan, sedangkan Muslim menyebutkannya pada Kitab Taubat Bab Cemburunya Allah Ta’ala dan Pengharaman Perbuatan Tercela.
Para ulama mengartikan, “cemburu”-nya Allah Ta’ala adalah Dia melarang atau mencegah manusia melakukan perbuatan tercela dan semua perbuatan yang diharamkan-Nya karena Dia tidak rela manusia melanggarnya. Cemburunya Allah tidak melunturkan keagungan dzat-Nya, karena cemburunya Allah Ta’ala berimplikasi baik bagi manusia, yang diciptakan-Nya. Sedangkan kecemburuan pada manusia terkait dengan perubahan keadaan seseorang dan memunculkan kegelisahan dirinya. Jadi, kecemburuan-Nya tidak seperti cemburunya makhluk. Sifat Allah berbeda dengan sifat makhluk-Nya.
Hadits berikut ini mengajarkan kita untuk menjauhi hal-hal haram yang dapat menyebabkan kemurkaan Allah, bukan lagi kecemburuan-Nya.


Syarah Hadits
Hadits ini diriwayatkan At-Tirmidzi pada beberapa bab, yakni bab Kiamat, Bab Orang yang Cerdas, dan Bab Orang yang mengoreksi dirinya. Perawai hadits ini, yakni sahabat Syaddad, yang dijuluki Abu Ya’la, wafat di Baitul Maqdis, Palestina, pada tahun 58 H dalam usia 75 tahun. Ia meriwayatkan 50 buah hadits.

Orang yang cerdas tidak hanya identik dengan IQ (tingkat inteligensi)-nya yang tinggi atau prestasi besar yang diperolehnya, melainkan juga kemampuan diri mengelola ranah spiritual dan emosionalnya, yang disebut SQ dan EQ. Hadits diatas menjelaskan hal tersebut.

Seorang yang cerdas selalu mengintropeksi diri dan melampaui batas kehidupannya. Seorang yang cerdas juga selalu taat keapda Allah dan membekali diri untuk suatu masa yang menjadi masa perhitungan (Yawm al-Hisab). Sedangkan mereka yang lemah selalu menuhankan nafsu diatas segalanya. Acapkali ia menyesali kesalahan, tetapi hanya mengharap keridhaan Allah Ta’ala tanpa berupaya mencari keridhaan_nya itu.

Dalam sebuah syair dikatakan :


Syarah Hadits
Hadits ini dimasukkan oleh At-Tirmidzi dalam Bab-bab Zuhud. Pelajaran yang dapat dipetik dari hadits ini ialah, seseorang hendaknya menyibukkan dirinya dengan hal yang baik, sebagai bekal kehidupan dunia dan akhiratnya. Dan hendaknya juga ia mengenyahkan segala hal yang tidak dibutuhkannya dan tidak pula memberinya manfaat. Ia pun tidak perlu usil urusan orang lain yang tidak bermanfaat baginya. Itulah karakter istiqamah yang sempurna. Wallahu a’lam.


Sumber Majalah Alkisah No. 9 Tahun 2008

Share/Bookmark

capcusss

Download